Grafik pengunjung

Selasa, 31 Mei 2011

Menanam Mangrove wujud Kontribusi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Pesisir Kota Semarang


Penanaman mangrove di kawasan pesisir Tapak Kelurahan Tugurejo dilakukan oleh warga sekitar atas dasar kesadaran diri karena adanya banyak manfaat yang dirasakan. Kegiatan konservasi mangrove yang dilakukan sejak tahun 90-an pada awalnya dikoordinasi oleh Kelompok Tani Tambak Sido Rukun dan sejak tahun 2000 Kelompok Pemuda Cinta Lingkungan “Prenjak” ikut aktif terlibat dalam kegiatan tersebut. Konsevasi mangrove ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi dan meminimalisir air sungai yang tercemar oleh limbah pabrik, yang berada di hulu DAS Tapak, inisiasi untuk menanaman mangrove ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, sebab setelah adanya pencemaran udang dan ikan yang diharapkan dapat dipanen sering kali mati karena terkena limbah. Berikut data aktifitas penanaman mangrove yang di lakukan di kawasan pesisir Tapak Kelurahan Tugurejo:


NO
TAHUN
JENIS YANG DITANAM
JUMLAH
SATUAN
KERJASAMA
1
2000
Rhizopora
1.500
Batang
Bintari
2
2001
Rhizopora & Avicenia
2.500
Batang
Bintari
3
2002
Rhizopora & Avicenia
2.000
Batang
Bintari
4
2003
Rhizopora
3.500
Batang
Bintari
5
2004
Rhizopora
4.500
Batang
Bintari
6
2004
Kelapa
100
Batang
Magister Ilmu Lingkungan Undip
7
2005
Rhizopora
5.000
Batang
Bintari
8
2006
Rhizopora
8.000
Batang
Bintari &  BLH
9
2007
Rhizopora
3.000
Batang
Bintari

10

2008

Rhizopora

13.000

Batang
Unnes, Undip SMAN 3 Semarang
11
2009
Rhizopora, Avicenia
50.000
Batang
Friend of Earth Japan - Bintari

Minggu, 29 Mei 2011

Rehabilitas Pantai

Abrasi yang terjadi di pantai-pantai di kawasan Indonesia telah menambah kesengsaraan para petani, terutama petani tambak karena merusak lahan mereka, sehingga tambak yang semula produktif nyaris tidak berproduksi sama sekali.
“Karena itu rehabilitasi sangat diperlukan di pantai-pantai ini yang diharapkan dapat selesai pada dua hingga tiga tahun ke depan hingga 2011,” kata Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) Departemen Kehutanan, Sunaryo, di Semarang Utara, Rabu.
Seusai melakukan penanaman pohon mangrove dan pohon nyamplung di Kecamatan Mangunharjo, Sunaryo menjelaskan, pemerintah sudah sejak beberapa tahun terakhir terus melakukan reklamasi atau rehabilitas pantai dengan tanaman tersebut, di mana penanaman pohon ini merupakan suatu upaya mitigasi (upaya menurunkan gas rumah kaca) dan untuk mencegah abrasi pantai.
Untuk menyelesaikan rehabilitasi pantai ini, menurut Dirjen, perlu kontribusi semua pihak termasuk para pengusaha, sehingga akan berjalan lebih cepat.
Selain tanaman mangrove dan pembangunan sabuk pantai sebagai pencegah abrasi, penanaman pohon nyamplung juga sudah dilakukan di beberapa daerah seperti di pantai Cilacap, di Cipatat (Jawa Barat) serta akan dilakukan di daerah Karawang.
“Tanaman ini mempunyai manfaat ganda selain memberikan kontribusi kehidupan pantai, juga buahnya setelah dikeringkan bisa dibuat bahan bakar dan saat ini baru terbatas untuk minyak pelumas senjata,” katanya seraya menambahkan bahwa buah nyamplung ini mempunyai kandungan minyak sekitar 70 persen
Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah Sri Puryono mengatakan di Jawa Tengah terdapat 13 kabupaten yang punya potensi mangrove. Dari sekitar 95.000 hektar tanaman mangrove di Jateng, sekitar 23.000 ha rusak dan yang sudah direhabilitasi baru sekitar 11.000 ha.
“Sisanya sekitar 12.000 ha lagi diharapkan dapat diselesaikan hingga 2011,” katanya.
Sebanyak 30.000 pohon mangrove dan 1.000 tanaman nyamplung, yang merupakan sumbangan Dinas Kehutanan Provinsi Jateng dan PT Semen Gresik itu akan ditanam di kawasan pantai di Kecamatan Mangunharjo, sebagai upaya mencegah abrasi pantai agar tidak meluas.
Sumber: www.antara.co.id

Temuan Baru Teknik Tanam Mangrove di Lahan Tergenang

lawupos.net:Prof Dr Cecep Kusmana MS, salah seorang anggota komunitas Nahdlatul Ulama (NU) Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan inovasi tepat guna untuk menanam mangrove pada lahan tergenang air yang dalam maupun pada lahan dialiri air deras melalui teknik pembuatan guludan bambu.

Guru besar Fakultas Kehutanan (Fahutan), Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menamakan inovasi tepat guna tersebut dengan Teknik Guludan dan Air Tenang (TGAT).
Dalam perbincangan dengan NU Online di Bogor, Selasa (9/3), Prof Cecep Kusmana mengemukakan, teknik guludan tersebut ditemukannya melalui penanaman mangrove di lokasi tergenang air maupun pada lahan air deras pada kawasan hutan mangrove milik Pemprov DKI Jakarta di kawasan pesisir Angke Kapuk.


Prof Cecep yang juga ayang juga mantan Dekan Fahutan IPB melanjutkan, uji coba penanaman mangrove melalui teknik guludan dilakukan dengan merehabilitasi kawasan pertambakan hutan mangrove Angke Kapuk yang membentang di sepanjang Jalan Tol Sedytamo, Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Sistematika pembuatan guludan dilakukan dengan cara membuat guludan pada lahan yang terendam air yang dalam (tambak) dengan jarak tanam 1 x 1m, 0,5 x 0,5 m, dan 0,25 x 0,25 m pada tahun pertama.
Pembuatan guludan yang sama pada lahan terendam air yang dalam berarus deras di pinggir pantai pada tahun kedua. Kemudian pembuatan guludan yang sama di pinggir pulau kecil yang berada di tengah laut pada tahun ketiga.
Program yang dilakukan sepanjang tahun 2005-2008 tersebut bekerjasama dengan PT Jasamarga dan dan Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta.

Selama kurun 2005-2008, Prof Cecep beserta sejumlah kolega peneliti dari Fahutan IPB melakukan uji coba penanaman.
Pada tahap awal sebanyak 60 guludan ditanam di sejumlah lokasi yang sukar ditanami mangrove, yakni lahan tergenang air dengan kedalaman antara 2 hingga 3 meter karena permukaan air tambak sudah berada di bawah tinggi permukaan air laut akibat tanah di daerah pesisir tersebut mengalami penurunan (land subsidience).

Lahan uji coba berikutnya yaitu pada daerah-daerah cekungan sepanjang pinggir sungai dan kubangan-kubangan air yang terdapat di areal yang mengalami deforestasi berat.
Dalamnya kolam air tersebut merupakan kendala bagi rehabilitasi lahan melalui upaya penanaman mangrove karena anakan jenis mangrove yang ditanam tidak dapat hidup kalau secara permanen terendam air tanpa adanya proses penggenangan pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut.
Berikutnya pada lahan pantai yang kerap dilanda pasang maupun surut arus air laut. Penanaman mangrove di areal ini sangat sulit dilakukan, apalagi pada areal yang telah mengalami deforestasi dan permukaan air laut menaik seperti yang terjadi di pesisir Jakarta.

“Selama puluhan tahun Pemda DKI melakukan berbagai upaya penanaman mangrove di kawasan Kapuk, namun selalu gagal. Faktornya adalah genangan air. Setelah kami coba teknik guludan, tanaman mangrove dapat tumbuh dengan baik di lahan tergenang tersebut,” papar Prof Cecep.
Keberhasilan Cecep menemukan teknik guludan dalam menanam mangrove di lahan tergenang, menggugah Depdiknas melibatkannya dalam program hibah penelitian bersaing. Program ini dilakukan pada 2008-2009.
“Penanaman mangrove hanya bisa dilakukan di lahan yang tidak tergenang. Kalau lahannya tergenang biasanya penanaman selalu gagal. Dengan teknik guludan, mangrove dapat ditanam di lahan tergenang,” ungkap dia.

Penemuan Prof Cecep, mengundang ketertarikan sejumlah BUMN untuk mengadopsi teknik tersebut. Tak ayal kini sejumlah BUMN bak berlomba menanam mangrove di kawasan Kapuk dan sekitar pesisir Jakarta dengan menggunakan teknik guludan.
Kini ada ribuan guludan yang ditanam oleh BUMN dan sejumlah instansi pemerintah dan swasta yang ditanam di kawasan tersebut dengan total areal mencapai ratusan hektar.
Setiap guludan rata-rata berisi sekitar 224 batang mangrove. Dengan begitu kini telah ada ratusan ribu batang tanaman mangrove yang baru ditanam di kawasan yang telah dijadikan sebagai daerah konservasi ibukota tersebut.